April 27, 2010

Destia Mariana (26) tidak pernah menyangka kalau kamar dan rumahnya juga penghasil polusi gas rumah kaca yang memicu pemanasan global dan perubahan iklim. Itu baru diketahuinya ketika ia secara sukarela membeberkan aktivitas kesehariannya kepada Klinik Diet Karbon yang digelar dalam Clinic Help-Climate Justice for Earth di Taman Suropati. Setiap orang juga bisa berbuat untuk mengurangi emisi karbon di bumi ini.

Ia menyimak dan menjawab pertanyaan Musfarayani, staf Institute for Essential Service Reform (IESR), yang mengisikan data aktivitas keseharian Destia dalam Kalkulator Jejak Karbon. ”Berapa watt lampu terbesar di rumah Anda?” tanya Musfarayani. Destia tertegun, mengingat-ingat. ”Kalau tidak salah 20 watt. Ada tujuh lampu di rumah. Menyala sekitar 16 jam per hari,” Destia menjawab dengan ragu.

Musfarayani memasukkan data itu ke dalam Kalkulator Jejak Karbon, peranti lunak di komputernya. Peranti lunak itulah yang menghitung jejak karbon, alias jumlah emisi gas rumah kaca yang diproduksi oleh suatu organisasi, produk atau individu.

Destia menuturkan, televisinya menyala sekitar tujuh jam per hari, sementara komputernya menyala sekitar tiga hingga empat jam per hari. Penanak nasi berpenghangat di rumahnya menyala 24 jam sehari, sementara kipas angin menyala satu jam per hari.

Setiap hari Destia memakai sekitar delapan lembar kertas 70 gram untuk mencatat ataupun mencetak sejumlah dokumen pribadinya. Untungnya, ia memakai ulang kertas yang sudah terpakai di salah satu sisinya sehingga jejak karbon pemakaian kertas itu berkurang.



Destia jarang membeli air mineral dalam kemasan karena ia rela repot membawa tempat minum sendiri. Ia juga pengguna angkutan massal, setiap hari ia menumpang kereta api untuk pergi dari rumahnya di Bekasi menuju kantornya di Harmoni.

”Apakah Anda selalu menghabiskan makanan di piring Anda?” Musfarayani bertanya lagi. Destia mengangguk mantap.

Namun, ada suara di belakangnya, ”Waduh, yang itu gue kena, tuh. Gue tidak pernah bisa menghabiskan makanan di piring gue,” keluh Nonik Yulianti (25), yang sedari tadi menonton penghitungan jejak karbon Destia. Musfarayani tersenyum, ”Menyisakan seperempat piring makanan itu sama dengan menghasilkan emisi 3 gram setara CO, jadi habiskan makanan di piring Anda.”

Musfarayani memasukkan semua data aktivitas Destia dalam peranti lunak Kalkulator Jejak Karbon, ”Gaya hidup Anda menghasilkan emisi karbon 16.928,56 gram setara karbon dioksida [CO],” kata Musfarayani memberitahukan Destia.

Destia tercengang. ”Saya sudah sering mendengar pemakaian kendaraan pribadi itu menimbulkan emisi gas ruang kaca. Saya agak terkejut juga ketika menyadari ternyata aktivitas saya di rumah juga menghasilkan emisi gas rumah kaca,” kata Destia seusai mengikuti penghitungan jejak karbonnya.

Musfarayani menenangkannya. ”Tenang, kami bukan meminta Anda menghentikan aktivitas sehari-hari itu. Kami hanya ingin memberi tahu agar Anda bisa merencanakan sendiri pengurangan emisi gas rumah kaca dari aktivitas Anda,” ujarnya.

Membangkitkan kesadaran

Musfarayani tidak sedang menghakimi orang yang dengan sukarela mau menghitung jejak karbon mereka. Musfarayani dan IESR hanya ingin membangkitkan kesadaran bahwa setiap orang adalah poluter emisi karbon. Setiap orang dalam hidupnya menghasilkan emisi yang membuat selimut rumah kaca bumi kian tebal.

”Itu berarti setiap orang juga bisa berbuat untuk mengurangi emisi karbon di bumi ini. Tidak ada patokan apakah seseorang dengan emisi karbon 20.000 gram setara CO, misalnya, akan digolongkan sebagai poluter yang parah karena berapa jejak karbon seseorang bergantung pada gaya hidup masing-masing. Yang penting, apa rencana orang itu untuk mengurangi emisi karbonnya,” kata Musfarayani.

Kalau Anda membiarkan lampu 10 watt tetap padam, Anda mengurangi emisi karbon sebanyak 0,51 gram setara CO. Daripada mengendarai motor, berjalan kaki untuk berbelanja di warung berjarak 500 meter dari rumah lebih menghemat 14,8 gram setara CO.

Mengurangi pemakaian satu lembar kertas 70 gram saja bisa menghemat 226,8 gram setara CO. Ikuti langkah Destia yang memilih membawa botol minuman sendiri ketimbang membeli air minum dalam kemasan karena pembuatan tiap botol air mineral menghasilkan emisi karbon 841,5 gram setara CO.

Lalu, berapa emisi karbon yang Anda hasilkan dalam keseharian Anda? Mudah saja, buka situs http://www.iesr-indonesia.org, lalu klik ikon ”Kalkulator Jejak Karbon” di bagian kanan halaman situs itu. Hitunglah sendiri berapa jejak karbon dalam kehidupan sehari-hari dan rencanakan pengurangan emisi karbon Anda hari ini juga.

”Kalau kita mau memerhatikan, pengurangan emisi karbon di rumah kita sebenarnya adalah penghematan yang nantinya akan mengurangi biaya rutin bulanan kita. Tetapi, lebih daripada hitungan ekonomi, ternyata berhemat juga mengurangi beban pencemaran bumi atas emisi karbon,” kata Musfarayani. (ROW)

Sumber : Kompas
Foto : Google



April 01, 2010


Pada tahun 2007 tepatnya pada tanggal 31 Maret, pukul 19.30 waktu lokal 2,2 juta penduduk Sidney melakukan suatu aksi pemadaman lampu dan barang-barang elektronik yang tidak terpakai selama 60 menit, yang pada akhirnya menjadi suatu gerakan global yang bertujuan untuk memerangi perubahan iklim. Kegiatan yang dilakukan setiap tahun pada hari Sabtu di akhir bulan Maret ini, dicetuskan pertama kali oleh WWF dan The Sunday Morning Herald yang pada tahun berikutnya berhasil menarik 370 kota di 35 negara, dan peningkatan partisipasi terus terjadi pada tahun-tahun berikutnya, dan pada tahun ini sekitar 1200 tempat terkenal di dunia termasuk Piramida Mesir, Menara Eifel, Forbidden City dan beberapa ibukota telah berpartisipasi dalam memerangi perubahan iklim.

Sidney saat Earth Hour


Dubai, saat Earth Hour

Keikutsertaan Indonesia pertama kali pada tahun 2009, pada saat itu Earth Hour dengan tujuan "Satu Milyar Suara". Menurut data pada Earth Hour 2009 warga Amerika Serikat merupakan partisipan terbanyak dengan 80 juta orang, di 318 kota dan 8 negara bagian. Kemudian diikuti oleh Filipina dengan 647 kota dan desa dengan lebih dari 15 juta penduduk diperkirakan ikut berpartisipasi dalam pemadaman lampu selama satu jam itu. Kemudian diikuti Yunani dan Australia dengan 484 kota dan 309 kota. untuk Filipina misalnya, mereka mampu menghemat listrik sebesar 611 MWh selama Earth Hour, berarti sama dengan mengistirahatkan selusin pembangkit listrik tenaga batubara selama satu jam. Sedangkan untuk Jakarta, pada saat Earth Hour, mampu mengurangi pemakaian tenaga listrik hingga 53 MWh, berarti menghemat 10% dari konsumsi rata-rata yang sekitar 300 MW. Daya itu cukup untuk mengistirahatkan satu pembangkit listrik dan mampu menyalakan sekitar 900 desa. Dengan dukungan penuh masyarakat, program tersebut juga mengurangi emisi CO2 sekitar 284 ton dan menyelamatkan lebih dari 284 pohon dan menghasilkan O2 untuk 568 orang. Selain itu dari segi biaya, Earth Hour di Jakarta pada tahun 2009 mengurangi beban listrik Jakarta sekitar 200 juta Rupiah.

Pada Earth Hour tahun 2010 yang dilaksanakan pada tanggal 27 Maret 2010 pukul 20.30 - 21.30, Indonesia mengikutsertakan 5 kota yaitu, Jakarta, Surabaya, Bandung, Yogyakarta, dan Denpasar yang akan menjadi bagian dari suatu kegiatan global yang diikuti oleh lebih dari 1 Milyar orang dari 1882 kota dan 125 negara di seluruh dunia. Bagi Indonesia, ini adalah keikutsertaan yang kedua kali, dimana Pemda DKI akan memadamkan lampu di lima Ikon ibukota yaitu Bundaran HI, Monas, Gedung Balai Kota, Patung Pemuda, dan Air Mancur, Patung Arjuna Wiwaha. Sedangkan di tempat terkenal dunia, sebanyak 1200 tempat terkenal akan berpartisipasi, seperti Piramida Mesir, Menara Eiffel Prancis dan Forbidden City di China. Para penyelenggara menyebut event ini sebagai "24 Jam Gelombang Harapan dan Aksi"

Foto : Google
 
© 2012. Design by Main-Blogger - Blogger Template and Blogging Stuff