November 24, 2010


Seluas 350 hektare kawasan hutan lindung wilayah Daerah Aliras Sungai (DAS) Budong-Budong, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat, dilakukan reboisasi untuk menyelamatkan kawasan hutan yang sudah rusak.

Kepala Seksi Reboisasi Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Kabupaten Mamuju, Syamsul Bahri di Mamuju, Selasa, mengemukakan, kawasan hutan lindung pada daerah DAS Budong-Budong mulai memprihatinkan akibat terjadinya pengrusakan hutan yang dilakukan oleh tangan-tangan manusia yang tidak bertanggungjawab, sehingga pemerintah melakukan reboisasi pada wilayah hutan kritis itu.

"Untuk tahun anggaran 2010, pemerintah akan melakukan reboisasi pada kawasan DAS Budong-Budong yang akan dikerjakan oleh pihak ketiga yang akan memenangkan proyek tersebut," tutur dia.

Menurutnya, dana reboisasi seluas 350 hektare ini dibiayai langsung oleh pemerintah pusat melalui Anggaran Pendapatan Belanja Nasional (APBN) 2010 yang melekat dalam Dipa Balai Penyuluhan Daerah Aliran Sungai (BP-DAS) Lariang-Mamasa, Sulbar, dengan jumlah pendanaan sebesar Rp900 juta.

Ia mengemukakan, pihaknya hanya bertugas untuk memonitoring pelaksanaan kegiatan lapangan yang nantinya akan dikerjakan langsung oleh pihak ketiga.

Syamsul menjelaskan, pada program reboisasi tersebut akan melakukan penanaman berupa tanaman jenis bibit kayu Palapi, Nato, Jati Putih, Durian dan Kemiri.

Dia mengatakan, pengelolaan hutan yang tidak benar akan menimbulkan resiko tinggi kepada masyarakat karena akan berpotensi menimbulkan bencana seperti banjir maupun longsor sehingga kawasan hutan yang rusak ini harus diletarikan atau dilakukan penghijauan.

Ia menuturkan, pembangunan kehutanan harus disesuaikan dengan pengelolaan sumber daya hutan yang lestari dan penciptaan ekonomi kerakyatan yang lebih demokratis, adil, merata dan berkelanjutan yang berbasis pada masyarakat.

Maka dari itu, kata dia, Kementerian Kehutanan membuat rencana-rencana jangka panjang yang dapat menunjang kelestarian hutan dan pemberdayaan masyarakat dalam pelestarian hutan dan Hutan Desa.

"Kita berharap, dengan pelaksanaan reboisasi tersebut mampu meminimalisir terjadinya kerusakan hutan. Hutan yang rusak dapat beresiko tinggi bagi keselamatan lingkungan itu sendiri," paparnya.

sumber : antara

Danau-danau terbesar di Bumi mengalami pemanasan dalam kurun 25 tahun terakhir. Hal tersebut diumumkan Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat atau NASA, Selasa (23/11/2010).

Pemanasan yang terjadi pada danau-danau tersebut diketahui setelah peneliti Philipp Schneider dan Simon Hook dari Laboratorium Propulsi Jet NASA di Pasadena, California, melakukan observasi terhadap 167 danau di Bumi dengan menggunakan data satelit.

"Para peneliti melaporkan bahwa rata-rata tingkat pemanasan adalah 0,81 derajat Fahrenheit (0,45 derajat celsius) per dekade. Beberapa danau bahkan memanas hingga 1,8 derajat Fahrenheit (1 derajat celsius) per dekade," kata NASA dalam pernyataannya.

Para peneliti menemukan bahwa area yang mengalami peningkatan paling besar adalah wilayah utara Eropa. Sementara itu, tren pemanasan sedikit menurun di wilayah selatan Eropa.

Wilayah barat daya Amerika Serikat mengalami tren pemanasan yang sedikit lebih besar daripada wilayah Great Lakes. Sementara itu, wilayah tropis, khatulistiwa, dan belahan bumi selatan mengalami tingkat pemanasan yang lebih kecil.

Danau Ladoga di Rusia dan Danau Tahoe di Amerika Serikat mengalami peningkatan suhu yang paling besar. Danau Tahoe mengalami peningkatan sebesar 1,7 derajat celsius sejak tahun 1985. Adapun Danu Ladoga mengalami peningkatan sebesar 2,2 derajat celsius.

"Analisis kami menunjukkan data baru dan independen untuk mengetahui dampak perubahan iklim pada daratan di Bumi," kata Schneider.

Menanggapi peningkatan suhu yang terjadi di danau, Hook mengatakan, "Kami terkejut mengetahui bahwa beberapa danau menunjukkan peningkatan suhu yang melebihi peningkatan suhu udara."

Schneider mengungkapkan, perubahan yang terjadi pada danau tersebut bisa berdampak pada kelangsungan ekosistem danau. Anggota ekosistem tersebut dikatakan bisa terpengaruh oleh perubahan suhu yang sangat kecil.

Hasil penelitian Schneider dan Hook dipublikasikan di jurnal Geophysical Research Letters yang terbit minggu ini. Dalam meneliti, para peneliti memilih danau yang berukuran paling sedikit 500 kilometer persegi dan jauh dari garis pantai.

Sumber : Kompas

November 19, 2010



Sekitar 2.400 dari 6.410 hektare tanaman hutan di kawasan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) rusak akibat terkena erupsi Gunung Merapi.

Kepala Seksi Wilayah II Balai TNGM Boyolali, Joko Priyono, di Boyolali Kamis mengatakan, kerusakan hutan tanaman di lereng Gunung Merapi tersebut meliputi wilayah Boyolali, Klaten, Magelang, dan Sleman.

Namun, kata Joko Priyono, pihaknya hanya mengelola kawasan hutan TNGM di Kabupaten Boyolali dan Klaten yang totalnya mengalami kerusakan akibat bencana diperkirakan mencapai 974 hektare.

Menurut Joko Priyono, hutan di wilayah Boyolali luas seluruhnya sekitar 1.467,5 ha, tetapi yang mengalami kerusakan diperkirakan mencapai 220 ha, di Dusun Stabelan, Desa Tlogolele, Selo.

Hutan TNGM di kawasan Klaten seluruhnya mencapai 859,54 ha dan yang rusak di Desa Balairante, Kemalang, sekitar 754 ha.

Ia menjelaskan, tanaman hutan TNGM wilayah Desa Balailante, Klaten mengalami kerusakan akibat dampak dari awan panas, sehingga tanaman di lokasi itu mati terbakar.

Namun, tanaman hutan di wilayah Stabelan, Tlogolele, Boyolali, dampak dari loncatan api pijar di kawasan itu, sehingga yang terbakar di beberapa titik.

Kendati demikian, pihaknya belum berani melakukan mendakian untuk mengecekan secara detail ke kawasan tersebut, karena Gunung Merapi hingga kini masih berbahaya.


Menurut dia, hutan di TNGM banyak ditanami jenis pohon acasia dan pinus, serta batang rata-rata usia delapan tahun dengan diameter antara 10 hingga 15 centimeter.

Pihaknya belum dapat memprediksi berapa besar kerugian yang ditimbulkan akibat bencana tersebut.

Namun, kata dia, kalau dinilai dari tanaman saja seluar 220 ha di wilayah Boyolali, kerugian diperkirakan mencapai Rp1,039 miliar.

Karena, kata dia, batang pohon acasia dan pinus dengan diameter 10-15 centimeter, harganya diperkirakan sekitar Rp47,25 juta per ha.

Selain itu, kata dia, akibat kerusakan hutan di lereng Merapi tersebut, juga berdampak kerusakan ekositem, kekurangan oksigen, dan hutan pariwisata.

Kendati demikian, pihaknya segera melakukan restorasi dan rehabilitasi tanaman, setelah kondisi Gunung Merapi dinyatakan aman.

Menurut dia, rehabilitasi akan dilakukan di Desa Lencoh, Samiran, dan Tlogolele, Kecamatan Selo, seluas 77 ha dan jenis tanaman yang ditanam, yakni tanaman dadap, pasang, puspa, dan rasamala.

sumber : antara

 
© 2012. Design by Main-Blogger - Blogger Template and Blogging Stuff