Salam Rimba...
Dalam rentang bulan Juli - Oktober, beberapa Anggota melakukan Pengembaraan yang mengambil tempat di Gn. Manglayang - dan Gn Bukit Tunggul. Pengembaraan ini dilakukan dalam 2 kali periode yaitu pada tanggal 28 Juli - 2 Agustus 2009 dan 24-25 Oktober 2009. Pada intinya, Tim Manglayang-Bukit Tunggul ini melakukan perjalanan menempuh rimba yang masih jarang dilalui, walaupun lokasinya masih sangat dekat dengan Kota Bandung. Tambahan pula tim ini memfokuskan penelitiannya terhadap Curug-Curug yang banyak terdapat di kawasan ini. Tim Penjelajahan ini terdiri dari :
Widiana (HJR)
Restu Nurul (THJ)
Lauravista (THJ)
Rezki Naufan (BWN)
Rizky Firmansyah (BWN)
dengan pembimbing Nizar Adityo 187 BDG
Inilah sekelumit Catatan Perjalanan mereka...
Penjelajahan Gn Manglayang - Gn Bukit Tunggul (1)
Data Geografi Gn Bukit Tunggul
G.Bukit Tunggul terletak kurang lebih 30 km sebelah utara kota Bandung. Kawasan Bukit Tunggul merupakan pertemuan 3 batas daerah administratif, yaitu Kab. Sumedang, Kab. Subang, dan Kab Bandung. Secara geografis batas – batas kawasan Bukit Tunggul adalah 7o12’ LS – 107o04’ BT.
Di sekeliling kawasan ini banyak terdapat gunung – gunung yang bersatupunggungan dengan ukuran relatif kecil. Di sebelah utara terletak G.Kembar, G.Orem, dan G.Buleud. G.Canggak dan G.Ipis terletak di sebelah Timur Laut. Tepat sebelah timur terdapat G.Sanggara dan G.Pangparang Selatan terdapat G.Palasari, sedangkan sebelah Barat dibatasi oleh G.Ciruangbadak dan G.Cikoneng.
G.Bukit Tunggul memiliki ketinggian 2.209 mdpl. Kawasan utara bertebing cukup terjal terutama pada koordinat lintang 47,10. Sedangkan kawasan selatan lebih landai.
Di pegunungan ini dapat ditemui beberapa jenis tumbuhan, diantaranya tumbuhan obat seperti babadotan, kayu manis, burahol, kina, pacing, lumut kerak, dan kecubunG.Ada juga jenis tumbuhan makanan seperti ganyong, gandapura, saliara, paku harupat, konyal, dan honje. Tumbuhan beracun antara lain biduri, kecubung wulung, dan kecubung gunung.
Bentuk G.Bukit Tunggul sangat kerucut bila dibandingkan dengan gunung-gunung lain di sekitar Bandung. Pada puncaknya terdapat punden berundak seperti kolam yang bertingkat-tingkat. Punden berundak ini disebut juga babalongan oleh masyarakat Desa Sunten Jaya, Kab. Bandung karena bentuknya yang menyerupai kolam. Punden berundak ini adalah peninggalan karuhun Bandung dari kebudayaan megalitik yang umurnya cukup tua, paling tidak 3.000 tahun yang lalu atau 1.000 tahun SM.
Catatan Perjalanan
Hari 1 (Selasa, 28 Juli 2009)
Kami berkumpul di sekretariat Sadagori pada pukul 15.00 sambil mempersiapkan barang-barang kami. Semua persiapan sudah lengkap kecuali laura yang datang terlambat sekitar pukul 17.00 . Akhirnya dia datang juga dengan ransel yang sangat besar dan semua orang heran, apa aja yang dia bawa di dalam ransel itu. Berangkat ke rumah Dinar setelah maghrib yaitu pukul 18.50. Kami lalu berencana untuk mem-packing ulang barang kami di rumah Dinar. Sebelum berangkat, kami berpamitan pada teman-teman di sekretariat dan sempat berfoto-foto terlebih dahulu. Akhirnya, kami berangkat setelah shalat maghrib dengan mencarter angkot jurusan Panghegar-Dipatiukur dan ransel kami telah dibawakan oleh Danis.
Biaya dari SMAN 5 Bandung ke rumah Dinar, Desa Cilengkrang sebesar Rp10.000,00/orang.Kami tiba sekitar pukul 19.50 dan langsung meminta izin kepada Ibu Dinar untuk menginap semalam. Kami makan malam disana dan berbincang-bincang menceritakan berbagai pengalaman seru. Kami pun diberi nasihat agar safety first untuk melakukan segala hal dalam perjalanan dan tidak memaksakan bila kondisi tidak sesuai rencana. Setelah makan malam kami lalu mem-packing barang ulang dan membagi rata barang-barang di ransel kami.
Ternyata, ransel Laura yang terlihat penuh itu diisi oleh tupperware yang akhirnya tidak kami bawa dan ditinggal di rumah Dinar. Setelah beres semua kami bersiap-siap untuk tidur dan menikmati kasur empuk yang tidak akan kami rasakan untuk empat malam ke depan. Akhirnya kami tertidur pulas sekitar pukul 00:00 dini hari.
Hari 2 (Rabu, 29 Juli 2009)
Jam menunjukkan pukul 5:30 dan kami langsung mengambil air wudhu dan melakukan shalat bersama. Dinar telah bersiap dengan seragam sekolahnya untuk pergi ke sekolah. Dia pamit untuk pergi duluan ke sekolah. Setelah mandi dan shalat kami lalu sarapan pagi di rumah Dinar dan sebelum bersiap untuk berpamitan kami menyempatkan diri untuk buang air besar karena tidak tahan dengan makanan pedas yang tadi disajikan.
Pukul 7:00 kami berpamitan dan berfoto terlebih dahulu sebelum pergi. Jam 7:50 kami tiba di kantor kepala desa untuk sosiologi pedesaan di Desa Cilengkrang dan menunggu hingga jam delapan karena kantor belum buka. Ternyata rumah kepala desa di depan kantor tersebut dan kami pun bercakap-cakap dengannya menceritakan hasrat perjalanan kami. Kami diberi sesuap nasehat agar selamat dalam perjalanan. Pukul 9:15 kami berpamitan dan berfoto sejenak dengan kepala desa dan pergi ke Gunung Manglayang serta menempatkan diri ke Curug CilengkranG.Ternyata disana telah ada papan penunjuk jalan untuk mencapai curug itu. Jalan dari kantor kepala desa menuju Curug Cilengkrang cukup mudah dicapai, jaraknya sekitar 500 m Sedangkan dari pintu masuk Curug Cilengkrang menuju Curug Dampit medannya cukup sulit. Karena melalui jalan setapak, menyisir jurang, dan rawan longsor. Jaraknya sekitar 2 km. Di Curug Dampit sama sekali tidak terdapat air.
Sekitar pukul 9:30 kami tiba di Curug Cilengkrang yang terdiri dari Curug Batupeti dan Curug Panganten. Di sana terlihat banyak sampah dan ada busa yang sepertinya telah digunakan untuk mandi atau mencuci. Sekitar pukul 10:00 kami tiba di Curug Dampit yang terletak paling ujung dari Curug Cilengkrang dan disana tidak ada setetes airpun yang jatuh karena biasanya curug itu sangat kering pada musim kemarau. Setelah mengambil foto kami lalu berjalan naik ke atas punggungan untuk masuk ke jalur plot kami pada peta. Ternyata jalan setapak susah ditemukan dan akhirnya kami menebas langsung ke atas dan mencari jalan setapak itu.
Sekitar pukul 12:30 kami menemukan juga jalur setapak yang resmi dan mengikuti jalur itu. Di persimpangan kami belok kanan sesuai jalur plot kami dalam peta. Setelah lama berjalan ternyata jalannya menghilang dan kami diharuskan kembali menebas hingga puncak. Sekitar pukul 14:00 kami menyempatkan untuk istirahat dan makan siang sejenak. Menu makan siang kami yaitu hot dog dan pocari sweat. Sejam kemudian kami meneruskan perjalanan dan sepakat untuk menebas ke atas daripada balik mencari jalur resmi. Kami membagi tugas untuk mencari jalur dan menebas jalur itu.
Sekitar pukul 17:15 akhirnya kami menemukan jalur setapak resmi hingga puncak dan kami nge-camp di puncak jam enam kurang dan memberi kabar ke sekretariat . Lalu kami membagi tugas untuk mendirikan tenda, mencari kayu bakar, dan masak. Dari Curug Dampit ke puncak G.Manglayang, kami melakukan perintisan sekitar 2 km dengan beda ketinggian 600 m. Perintisan ini cukup sulit sehingga pergerakan lambat. Hal yang paling istimewa ketika kami harus memanjat serangkaian batu besar yang kami temui ketika merintis.
Setelah makan malam dan evaluasi, kami berencana untuk mengganti jalur jika kondisi tidak memungkinkan, karena pada malam itu juga Restu sakit panas tinggi dan radang.
Hari 3 (Kamis, 30 Juli 2009)
Kami bangun pagi pukul 05:30. Lalu kami shalat dan kemudian menyiapkan sarapan. Demam restu pun mulai berangsur membaik meskipun radang dan flunya masih belum pulih. Sementara yang lain packing dan menyiapkan sarapan, Rizky dan Rezki mencari jalan untuk turun dan menyamakan jalur plot pada peta. Jalur yang kami plot pun ternyata harus menebas pula karena vegetasi di sana sangat lebat. Setelah menemukan punggungan yang benar Rizky dan Rezki balik lagi ke basecamp untuk sarapan. Kami berangkat sekitar pukul 08:00 dan melanjutkan perjalanan sesuai jalur plot pada peta. Ternyata jalur yang kami lalui itu sangat curam dan harus berhati-hati karena itu bisa dipastikan jalur air dan lumayan longsor.
Ketika mencapai persimpangan untuk menuju desa genteng dan desa Nanggerang, kami beristirahat sejenak dan memutuskan untuk mengevakuasi ke desa terdekat karena salah satu dari tim kami mengalami sakit. Akhirnya kami berjalan ke desa Nanggerang dan selanjutnya ke singkup untuk membeli makanan disana dan merubah jalur sesuai kondisi tim. Sekitar pukul 13.30 kami tiba di singkup dan beristirahat serta memplot jalur ulanG. Jalan yang dilalui cukup terjal dan licin. Membutuhkan kehati-hatian yang ekstra karena rawan longsor, banyak batu-batu baik yang berukuran besar, sedang, dan kecil. Terdapat tumbuhan berduri sehingga cukup menyulitkan pergerakan. Vegetasinya cukup padat sehingga walaupun jalan setapak terlihat jelas, tetap saja dibutuhkan golok tebas untuk membuka jalan. Akhirnya kami memutuskan untuk ke Cileat dengan merintis di bagian timur Gunung Bukittunggul. Sekitar pukul 16.00 kami berjalan kembali dan akhirnya nge-camp diatas singkup. Sebelum perjalanan meninggalkan singkup, kami sempat mengisi perbekalan air minum karena bisa dipastikan kami tidak akan menemukan air sungai.
Hari 4 (Jumat, 31 Juli 2009)
Pada pukul 05:30 kami semua bangun, kemudian cepat-cepat shalat dan menyiapkan sarapan. Kami bergerak dari tenda dengan perlahan karena udara disana cukup membuat kami menggigil. Lalu laura membuat sereal hangat untuk kami semua. Matahari pun beranjak dan kami menikmati sereal dan sarapan roti. Setelah makan kami semua mempacking barang kami dan menggerakan otot-otot kami untuk dipakai berjalan jauh kembali. Di sela-sela packing, ada orang yang lewat dan kami bertanya-tanya kepadanya arah tujuan kami dan meminta sedikit nasehat. Akhirnya, pukul 08:15 kami mulai berjalan untuk sampai di kaki bukittunggul. Jalanan yang kami lalui banyak tanjakan dan kami banyak istirahat karena dua orang diantara kami masih belum pulih dari demam dan kaki lecetnya. Karena kami harus menghemat waktu, Rezki sebagai operasional berjalan paling depan untuk mencari jalur yang benar dan dia membawa hatonk sebagai alat komunikasi dengan ketua tim, Rizky.
Sekitar pukul dua belas kurang, kami sampai di gunung kasur dan kami beristirahat disana serta shalat jumat bagi yang laki-laki. Kami memesan makanan di warung yang dekat dengan musholla. Setelah kenyang dengan makanan yang dimasak di warung, kami pamit pergi kepada ibu warung dan minta sedikit air untuk perbekalan. Kami berjalan cepat dan sampai di kaki bukittunggul jam 17:00. Kami mulai mendirikan tenda dan mencari kayu bakar. Sayang, di daerah camp kami tidak ada sungai jadi kami harus mengirit perbekalan air yang tinggal 7L lagi. Kami berhasil membuat api unggun disana, setelah dari camp-camp sebelumnya tidak bisa membuat api yang bertahan lama, kami lalu memulai pesta dengan masak jagung bakar, kentang, sosis bakar, marshmallow. Setelah pesta api unggun, kami mulai masak nasi ditemani lauk pauk kentang kering dan dendeng sapi. Makanan habis, kami langsung evaluasi dan planning untuk esok hari. Kami bertekad untuk sampai cileat keesokan hari dilihat dari kondisi tim yang kedua orang itu berangsur membaik. Kami pun tertidur pulas dalam mimpi masing-masing setelah akhirnya kenyang dan puas pada pesta api unggun hari ini
Hari 5 (Sabtu, 1 Agustus 2009)
Seperti biasa, kami bangun pagi pada pukul 05:30, keadaan diluar tenda sangat basah karena embun pagi yang sangat tebal. Kami shalat lalu menyiapkan sarapan roti dan sereal. Matahari pun menyinari kami setelah kami selesai sarapan dan kami berdiam dalam keheningan menikmati keindahan pagi di kaki gunung itu. Sebelum meninggalkan tempat camp, kami berdoa sejenak agar tujuan perjalanan hari ini tercapai dan selalu diberikan kemudahan. Pukul 08:00 kami berjalan, Rizky sebagai ketua tim berjalan paling depan untuk menebas jalan dan Rezki memastikan jalan yang dilalui benar dengan melihat jalan dari GPS. Kami berjalan diatas punggungan dengan samping kanan kiri juranG.Kami sempat bolak-balik mencari arah jalan yang benar. Di jalur plot itu ternyata ada banyak string line di sepanjang jalan dan ada bekas tempat camp. Kami mengikuti string line itu dan sempat tersasar karena arah string line itu menuju sumber mata air cileat yang bukan tujuan kami. Lalu kami berjalan kembali mengikuti jalur plot pada peta.
Pada pukul 13:00 kami beristirahat, lalu Rizky dan Rezki mencari jalan serta air sungai untuk dimasak. Ternyata jalur yang mereka lalui terus tidak berujung pada sungai, dan mereka kembali pada posisi dimana teman-temannya beristirahat dan akhirnya kami makan seadanya dengan biskuit dan sedikit air minum karena perbekalan air telah menipis. Kami mulai berjalan kembali dan pukul 13:45 kami melihat Curug Cileat dari atas pada ketinggian sekitar 1200mdpl. Kami lalu mencari jalur untuk sampai kebawah. Tapi jalur yang kami lalui hanya memutari punggungan terus dan menjauhi curug itu dan tidak menuju kebawah. Di peta juga jalur yang kami lalui menuju desa bunikasih. Akhirnya, pukul 15:00 kami sampai desa bunikasih dan memesan makan di warung.Kami bertanya-tanya tentang cileat dan bagaimana akses kesana. Setelah makan dan shalat disana, kami mulai berjalan kembali pada pukul 16:00 dan mengikuti jalan sesuai arahan jalur plot pada peta. Pukul 17:30 kami masih tidak menemukan curug itu dan akhirnya terpaksa ngecamp di dekat Sungai Cileat. Kami akhirnya membagi tugas untuk esok hari, agar menemukan Curug Cileat itu sebelum siang hari. Di sungai itu kami mengisi kembali persediaan air untuk perbekalan dan masak. Setelah makan malam dan evaluasi, kami langsung tertidur lelap setelah kecapean dengan jalur yang kami lalui hari ini yang cukup banyak menguras tenaga.
Hari 6 (Minggu, 2 Agustus 2009)
Matahari menyinari tenda kami dan kami telah beranjak dari tidur masing-masing serta telah menyantap sarapan pagi. Rizky, Widi, dan Nizar lalu bergegas mem-packing barang lalu pergi duluan mencari jalur ke Curug Cileat sesuai koordinat yang kami lalui diatas Curug Cileat kemarin. Kami bertiga menyusuri ke atas punggungan dan seketika jalan setapak yang kami lalui berujung pada kebun cabe dan jalan itu menghilanG.Lalu kami merintis jalan ke atas langsung dan menemukan hasil yang nihil, karena jika kami semua memakai ransel untuk memakai jalur itu, akan memakan waktu yang sangat lama dan tidak tahu jalur rintisan itu berujung pada apa. Jalan menuju Curug Cileat ini sangat bervariasi sehingga tidak membosankan. Mulai dari jalan turunan yang terjal dan licin, jalan setapak yang dihiasi tanaman berduri sampai harus melewati pematang sawah yang membutuhkan keseimbangan. Akhirnya kami bertiga memutuskan kembali ke tempat camp dan mengajak mereka untuk memutari punggungan untuk ke Desa Mayang untuk bertanya lebih lanjut.
Pukul 09:00 kami semua berjalan ke arah desa mayang dan semakin menjauhi koordinat Curug Cileat yang kami lalui kemarin. Kami berjalan semakin turun ke bawah dan kemudian melihat sawah di atas desa mayang itu. Ketika di persimpangan untuk menuju desa mayang, kami bertemu wisatawan asing dan bertanya darimana mereka itu. Ternyata, mereka dari Curug Cileat dan kami pun bertanya kepadanya arah jalan ke curug itu. Mereka memberi tahu agar mengikuti jalur bebatuan yang mengarah ke tenggara dan dari persimpangan itu untuk menuju ke curug sudah dekat. Lalu kami memutuskan ke curug meskipun salah seorang kami tidak ikut karena dia tidak kuat berjalan naik lagi. Dia beristirahat di persimpangan itu dan kami berlima berjanji untuk kembali dalam setengah jam lagi. Kami berjalan cepat ke arah tenggara dan di tengah perjalanan itu banyak wisatawan pula yang berdatangan. Akhirnya, setelah susah payah dicapai, semangat yang tak patang arang, perjalanan penuh makna, kami menemukan Curug Cileat yang indah itu dan kami memanjatkan puji syukur tak henti-henti kepada Yang Maha Kuasa. Kami lalu berfoto dan menikmati keindahan alam yang memesona itu. Setelah berfoto ria, kami lalu memutuskan untuk kembali ke persimpangan lagi dan langsung pulang ke Bandung. Setengah jam yang dijanjikan kami berlima kami tepati, kami lalu menceritakan kepadanya bahwa kami sampai di Curug Cileat. Dia pun ikut senang meskipun kami sempat tidak enak kepadanya melihat kondisinya yang tak kunjung benar-benar pulih. Akhirnya kami berjalan kembali ke desa mayang yang selanjutnya langsung ke Bandung.
Sekitar pukul 16:00 kami sampai di Cibogo, daerah paling atas di desa Mayang.Lalu kami beristirahat sejenak di warung terdekat dan mencari ojek untuk sampai ke Jalan Cagak. Ibu warung itu dengan baik hati mencarikan ojek untuk kami berenam. Setelah mendapat ojek, kami berpamitan kepadanya dan berterima kasih. Sekitar pukul 18:00 kami sampai di Jalan Cagak dan langsung naik elf jurusan Ledeng yang selanjutnya naik Kalapa-Ledeng untuk sampai sekretariat Sadagori. Akhirnya, sekitar pukul 19:00 kami sampai di sekretariat Sadagori dan disambut oleh saudara-saudara kami disana. Kami menceritakan kepada mereka bahwa jalur yang seharusnya kami tempuh tidak kami lalui karena berbagai kondisi yang tidak memungkinkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar