Pages

Pages - Menu

Pages - Menu

September 28, 2010

Setelah lancongan Curug Dago 25 September 2010




Untuk menjaga kelestarian alami kota Bandung dan sekitarnya, para pendiri kota Bandung mendirikan “ Bandoengsche Comite tot Natuurbescherming “ (Komite Bagi Perlindungan Alam di Bandung ). Komite ini didirikan tahun 1917 diketuai oleh Dr. W. Docters van Leewen dan anggota yang menjadi pengurusnya adalah K.A.R. Basccha, F.W.R. Diemont, P. Holten dan W.H. Hoogland.

Pada saat itu komite telah merencanakan, konservasi seluruh areal Bandung Utara, khususnya daerah sekitar air terjun Curug Dago dengan nama “ Soenda Openlucht Museum “ atau Museum alam terbuka sunda salah satu peninggalan komite tersebut yang masih tersisa adalah “ Huize Dago “ yang sekarang lebih dikenal dengan “ Dago Thee Huis “.

Di arel Soenda Openlucht Museum terdapat curug / air terjun Curug Dago. Curug Dago ini merupakan salah satu curugan / air terjun yang ada pada aliran sungai Cikapundung. Sungai yang membelah kota Bandung, berada pada ketinggian 650-2.067 m dpl merupakan sub-DAS Citarum, luasnya 15.386,5 ha. Sungai ini hulunya di Bukit Tunggul dan bermuara di Citarum. Hulu sungai cikapundung terletak antara kecamatan Lembang dan Kecamatan Cilengkrang. Dari kawasan utara menuju selatan yang bermuara di Citarum.

Kenapa curug Dago menjadi salah satu curug / air terjun yang istimewa? selain orang – orang Belanda pada jaman Hindia – Belanda. Raja Rama V (Raja Chulalongkorn) dari Thailand, salah satu Raja Siam terbesar, juga sempat medatangi Curug / air terjun tersebut, bedanya kalau orang-orang Belanda datang ke Curug Dago hanya untuk bertamasya dan berfoto tetapi Raja Thailand yang dulu dikenal dengan kerajaan Shiam ini pertama kali berkunjung ke Curug Dago pada 1896. Beliau mendatangi Curug Dago ini lebih kearah spiritual, Curug Dago mejadi salah satu tempat semedi Raja Thailand tersebut,.

Raja Rama V kembali ke Thailand dengan kenangan yang indah. Pada 1901 ia kembali lagi, lalu mengukir tanda tangannya pada sebuah batu di Curug Dago sebagai bentuk kekagumannya pada tempat itu. Pada 1929, Raja Rama VII (Pangeran Prajatthipok Paramintara) mengikuti jejak ayahnya. Batu yang ditandatangani itu kini masih berada di Curug dago dan dilindungi oleh Sala Thai (Rumah Thai). Bangunan bercat merah khas Thailand berukuran sekitar 2x2 meter itu berjumlah dua buah berada di pinggir Curug Dago.

Di kota Bandung sendiri Pangeran Paribatra, kerabat Raja Siam, pernah mendirikan villa "Dahapati" di Jl. Cipaganti. tepatnya daerah POM bensin Cipaganti dan sebelum menjadi POM bensin dulu areal tersebut dikenal dengan taman atau bunderan Shiam Siem.

Menurut S.A. Reitsma dan W.H. Hoogland dalam bukunya Gids Van Bandoeng En Omstrcken1922 kedua temuan prasasti tersebut erat kaitannya dengan kunjungan keluarga Kerajaan Siam (Tailand) ke Bandung, Raja Chulalongkorn dan Pangeran Prajatthipok Paramintara yang masing-masing merupakan raja ke V dan VII dari Dinasti Chakri. tujuan penulisan kedua prasasti di Curug Dago yang memuat nama kedua nama raja dan pangeran itu menjadi jelas yaitu merupakan penghormatan terhadap ke dua tokoh tersebut, lengkap dengan penulisan inisial, angka tahun serta catatan usia kedua tokoh. Memang ada tradisi yang menyatakan bahwa pada umumnya apabila seseorang raja Thai menemukan tempat panorama yang indah, maka biasanya di tempat tersebut sang raja melakukan semadhi dan kadangkala menuliskan nama atau hal lainnya yang dianggap penting. Sekaligus merupakan kenangan dan pengakuan atas kekeramatan/kesucian tempat tersebut.

Kalau kita datang ke Curug Dago mungkin kita tidak akan begitu nyaman berada disana padahal kalau kita lihat buku daftar tamu yang datang banyak juga orang asing dan khususnya banyak orang Thailand yang datang melancong ke sana. Sangat disayangkan kalau salah satu aset Pariwisata Kota Bandung ini tidak terperhatikan dan terbengkalai.

# Deni Rahadian #
Sumber:
Haryoto Kunto/Bandoeng Tempo Doeloe & Semerbak bungan di Bandung Raya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar