Pages

Pages - Menu

Pages - Menu

Oktober 30, 2010

Mitologi Sang Merapi

Pagi tanggal 30 Oktober terkejut saya melihat pohon, atap, jalanan semua tampak putih. Ternyata dini hari telah terjadi hujan abu vulkanik dari Gunung Merapi yang selama minggu ini kegiatan vulkaniknya terus meningkat.

Mitologi Sang Merapi

Masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan wajah dari kehidupan masyarakat yang bijak dimana dalam kehidupanya tak lepas dari adat, religi dan kearifan loka
l masyarakat itu sendiri. Walau sekarang Yogyakarta diserbu para pendatang seperti saya ini, warga aslinya sendiri merupakan masyarakat terbuka yang masih tetap bisa mempertahankan karakter sebagai masyarakat jawa yang taat akan adat istiadat. Rakyat Jogja memiliki suatu kepercayaan yang kuat terhadap Gunung Merapi, Keraton, dan laut selatan yang membentuk suatu garis imajiner religi. Garis Imajiner inilah yang menjadi pusat ritual adat dan kepercayaan mereka.

Gunung Merapi (2980 mdpl) menjadi batas utara geografis provinsi DIY juga merupakan bagian kabupaten Boyolali di utara dan bagian baratnya adalah kabupaten
Magelang. Untuk mencapai puncak Gunung Merapi ada 3 jalur yang dikenal yaitu Selo, Kaliurang, dan Babadan. Melewati Selo adalah jalur paling aman karena medannya tidak terlalu sulit. Untuk jalur Kaliurang kita harus melewati desa Kinahrejo dimana merupakan kediaman Juru kunci Merapi Mbah Maridjan. Untuk jalur Kaliurang tidak semua pendaki boleh naik karena medanya sulit dan terkadang menjadi jalur muntahan vulkanik Gunung Merapi, hanya pendaki berpengalaman yang diperbolehkan naik jalur ini. Untuk jalur Babadan resmi ditutup tahun 2006 karena merupakan jalur "Wedhus gembel". Pendaki terakhir jalur ini adalah 2 pendaki asal Belanda yang ditemukan tewas akibat muntahan debu vulkanik



Gunung Merapi bisa dilihat hampir dari seluruh kota Jogja ini disebabkan interval elevasi yang jauh, Kota jogja berada di elevasi sekitar 100 - 200 mdpl sedangkan Gunung Merapi 2980 mdpl. Jadi jika anda di Kota Yogyakarta dan melihat gunung yang menjulang tinggi itulah Gunung Merapi dan anda sedang
menghadap ke utara.

Dilihat secara geologi Gunung merapi termasuk dalam pegunungan sirkum mediterania yang terbentuk karena zona subduksi antar lempeng benua indo-australia dan lempeng samudera hindia. Gunung Merapi termasuk gunung teraktif di dunia yang terus mengalami aktifitas vulkanisme. Hasil dari proses vulkanik gunung merapi dikenal dengan sebutan "Wedhus gembel" yaitu gelombang awan panas yang membawa material vulkanik dan bergerak dengan kecepatan tinggi sehingga menyapu semua benda yang dilewati. Awan panas ini terlihat bergulung - gulung dan tampak seperti bulu domba oleh karena itu disebut "wedhus gembel". Suhu "Wedhus gembel" mencapai 600- 800 derajat celcius dengan kecepatan 200 - 300 kilometer perjam tentu tak ada satupun mahluk hidup yang dapat bertahan di suhu tersebut.

Tapi bagi masyrakat jawa sendiri khususnya Yogyakarta Gunung Merapi bukanlah hanya sekedar batas utara Provinsi Yogyakarta tapi lebih dari itu Gunung Merapi suatu simbol religi dimana dalam konteks keraton, Merapi disimbolkan sebagai laki-laki yang bersanding dengan Laut selatan sebagai simbol perempuan. Dalam garis imajiner religi masyarakat jawa, keraton yang berada diantaranya menjadi poros keseimbangan dua kekuatan alam yang dahsyat ini sekaligus menyimbolkan kekuatan ilahi. Jika melihat dari berlangsung peradaban interaksi antara manusia dan Merapi sendiri paling tidak selama 13 abad yang diawali oleh Kerajaan Mataram. Selama kurun waktu tersebut manusia menjadi bagian dari Merapi
begitu juga sebaliknya sehingga munculnya suatu keselarasan.

Dalam menjelaskan kekuatan Merapi yang begitu dahsyat tentu beragam oleh karena itulah muncullah kepercayaaan dan hal yang berbau mistis. Nama-nama yang menjadi mitos merapi seperti Kiai Sapu Jagad, Empu Rahmadi, Krincing Wesi,dan Mbah Nyai Gadhung Melati dikenal sebagai mahluk gaib penunggu Merapi. Dampak - dampak terbaik dari hal tersebut adalah munculnya keselarasan dengan Merapi selama berabad - abad. Misalkan Mbah Nyai Gadhung Melati dikenal sebagai penjaga kehijauan yang apabila merusak alam berurusan dengan kemurkaan Merapi. Hal ini juga tampak di desa Turgo,Sleman salah satu desa di lereng Gunung Merapi dimana ada yang menebang pohon maka harus segera menggantikkan satu pohon yang baru. Ada pula tempat - tempat di lereng Merapi yang tidak boleh didatangi, dalam konteks kearifan lokal hal ini tentu menunjukkan adanya keselarasan dimana manusia tidak diperkenankan merusak alam. Masyrakat yang berada dalam daerah rawan bencana ini di dalam pengalamannya hidup bersama merapi mengembangkan kepekaan dalam membaca tanda - tanda alam untuk mengenali kebahayaan Merapi. Tanda - tanda alam tersebut misalnya perilaku tertentu dari hewan, perubahan suhu,atau tanda- tanda lingkungan lainya.




Semakin majunya peradaban manusia terkadang melunturkan suatu kearifan lokal masyrakat yang tertanam berabad- abad. Sehingga harapan keselarasan antara alam dan manusia terlupakan oleh ego manusia.


sumber:
- Kompas
- http://Mitos-Merapi.htm
- wikipedia

1 komentar:

  1. mungkin mitos2 itu bisa kita aplikasikan buat ngejaga alam kita :)

    mudah2an keadaannya membaik..

    BalasHapus