Berdasarkan data yang dirilis oleh Yayasan Lupus Indonesia, penderita Lupus yang terdeteksi di Indonesia jumlahnya terus meningkat. Pada tahun 1998, penderita Lupus mencapai 586 orang dan pada tahun 2006 meningkat pesat menjadi 7.693 orang. Berarti penderita lupus di Indonesia bertambah sekitar 800 orang pertahun. Data terakhir yang diperoleh adalah pada tahun 2010 terdapat 10.314 odapus dan 9 dari 10 adalah perempuan.
Di masyarakat Indonesia, Lupus merupakan penyakit yang langka dengan jumlah relatif sedikit, dan pada umumnya masyarakat kita tidak banyak mengetahui penyakit ini. Pada penderita Lupus, produksi antibodi menjadi berlebihan sehingga menyerang jaringan sel dan tubuhnya sendiri dan dapat menyerang organ tubuh vital. Namun resiko lupus dapat dikendalikan dengan penanganan yang dini dan tepat, sehingga mereka dapat hidup dan beraktivitas dengan normal.
"Equatorial Peaks for Lupus" (E4L) yang dilakukan pada 16-31 Januari 2011 lalu merupakan misi pendakian sepuluh wanita demi penggalan dana bagi penderita lupus di tanah air. Mereka melakukan pendakian ke Gunung Cambaye di Ekuador, Amerika Selatan. Pendakian ini merupakan salah satu rangkaian misi pendakian tiga puncak tertinggi di ekuator, sebelumnya mereka melakukan pendakian ke puncak Kalapatar, Nepal pada tahun 2006, serta ke puncak Kilimanjaro, Tanzania pada tahun 2009.
Seluruh pendaki adalah perempuan berusia di atas 40 tahun. Mereka berasal dari berbagai latar profesi. Mereka adalah psikolog Ami KMD Saragih (46) sebagai ketua ekspedisi, Amalia Yunita (43), Diah Bisono (45), Veronica (47), Miranda Wiemar (43). Kemudian ikut serta pula Tejasari (42), Dwiastuti Soenardi (53), Heni Juhaeni (44), Myrnie Zachraini Tamin (47), serta seorang ibu ramah tangga Imas Emi Sufraeni (45). Dalam pendakian ini mereka akan didampingi oleh seorang pelatih tim, yang merupakan satu-satunya lelaki. Sedangkan satu-satunya pria yang menjadi pendamping pendakian adalah Rahmat Rukmantara, sebagai pelatih tim. Tim ini melakukan misi sejak 16 Januari 2011 hingga 1 Februari 2011.
Selain untuk misi kemanusiaan dalam rangka sosialisasi penyakit Lupus, serta penggalangan dana bagi odapus melalui Yayasan Lupus Indonesia (YLI), mereka juga ingin memberi inspirasi kepada masyarakat luas, khususnya perempuan. “Kami ingin membuktikan bahwa kami mampu melakukan sesuatu yang dianggap tidak mungkin bisa dilakukan oleh perempuan di usia 40 tahun ke atas,” ungkap Ami Saragih dalam jumpa pers di Jakarta.
Seluruh kisah perjalanan ekspedisi ke tiga Puncak Ekuator yang mereka lakukan tersebut, rencananya akan dituangkan ke dalam sebuah buku. Di mana hasil dari penjualan buku tersebut akan didonasikan untuk program sosialisasi penyakit Lupus, serta membantu para penderita Lupus (Odapus) yang kurang mampu.
Melalui pendakian ke Cayambe dan Chimborazo kali ini, YLI berharap dapat menarik perhatian masyarakat untuk mengetahui lebih jauh tentang penyakit Lupus. Serta yang tidak kalah pentingnya, yaitu dapat menggalang donasi dari berbagai pihak, seperti perusahaan, organisasi, maupun donatur perorangan.
Pencapaian pertama di Ekuador terjadi pada 25 Januari 2011, saat 10 pendaki ini melakukan pendakian selama 10 jam untuk menaklukan Gunung Cayambe. Dalam pendakian yang berlangsung sejak tengah malam hingga pukul 9.20 pagi waktu Ekuador atau pukul 21.20 WIB, akhirnya Veronica Moeliono (47) diikuti tiga pendaki yang tergabung dalam E4L berhasil mencapai puncak gunung.
"Saya terharu karena perjalanan pendakian ke puncak setinggi 1.000 meter ini dilakukan sejak jam 23.30 malam. Pendakian panjang yang sangat melelahkan, melalui gletser es terjal dan dinding es menjelang puncak," ujar Veronica dalam rilis yang diterima VIVAnews.com di Jakarta, Rabu 9 Februari 2011.
Sedangkan Gunung Cotopaxi berhasil mereka taklukan pada 28 Januari 2011. Saat pendakian keadaan cuaca tidak bersahabat, suhu di bawah nol derajat dan hujan turun terus menerus, menjadikan medan es lebih tebal dan cair. Selain itu ada tantangan batas waktu pendakian yang mengharuskan para pendaki bergerak cepat.
"Beruntung misi pendakian kami kali ini mendapat dukungan sponsor perusahaan suplemen kesehatan. Kami selalu mendapat tambahan tenaga, yang akhirnya bisa membantu kita menyelesaikan misi pendakian," kata Koordinator Tim, Ami Kadarharutami Saragih.
Pendapat Ami juga dibenarkan anggota tim lainnya, Amalia Yunita. "Kami belum pernah mendaki dua gunung sekaligus dengan masa istirahat hanya dua hari saja. Namun dengan meminum suplemen kesehatan, kami merasa penuh tenaga," katanya.
Gunung Cotopaxi adalah alternatif lain dari rencana semula tim ini akan menaklukkan Gunung Chimborazo (6300 meter) dengan lima puncaknya yang diakui sebagai gunung berapi tertinggi di Ekuador.
Perubahan rencana ini, karena pada saat itu salju telah menghilang dari Gunung Chimborazo dan hanya menyisakan bebatuan dan bongkahan es saja. "Kami tidak memiliki persiapan teknik memanjat gunung dengan kondisi seperti itu," kata Vera. (imt)
sumber viva news, national geographic Indonesia
foto dari a cup of photograph
Tidak ada komentar:
Posting Komentar