Kawasan hutan konservasi di Provinsi Bengkulu diambang kepunahan karena keberadaannya terus digoroti para perambah dan pembalakan liar.
Fungsi kawasan hutan tersebut seakan terabaikan dan luput dari perhatian masyarakat sebagai penyangga resapan air dan kehidupan berbagai satwa dan biota dilindungi.
Kawasan hutan dilindungi itu sebagian besar sudah berubah fungsi menjadi perkebunan hutan tanaman industri dan kelapa sawit baik yang berada di wilayah pantai maupun pada lokasi perbukitan, kata Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Bengkulu, Andi Basrul.
Kawasan tersebut perlu diselamatkan berbagai pihak termasuk masyarakat karena fungsinya sangat besar bagi kehidupan manusia dan hewan langka serta biota lainnya.
Dalam dua tahun terakhir kawasan tersebut kembali dipertahankan baik kawasan hutan yang masih utuh maupun yang sudah dibuka secara liar oleh perambah.
"Kita berkerja tak kenal lelah karena ingin merebut kembali kawasan konservasi itu dari tangan perambah untuk dihijaukan kembali," katanya.
Luas kawasan hutan konservasi di provinsi ini dari 45.000 hektare kini tinggal 25 persen yang masih utuh, sedangkan sisanya sudah menjadi kebun kelapa sawit, karet dan tanaman keras lainnya.
Upaya penghijauan lahan konservasi itu BKSDA Provinsi Bengkulu melakukan berbagai cara baik secara pendekatan kekeluargaan sampai dengan tindakan nyata dengan melakukan pembakaran pondok perambah.
Hal itu dilakukan pada pengamanan kawasan hutan taman wisata alam Bukit Kaba di Kabupaten Rejang Lebong, sedangkan pengusiran perambah di kawasan Cagar Alam Dusun Besar Kota Bengkulu masih dilakukan dengan pendekatan kekeluargaan.
Setiap pengamanan kawasan konservasi itu berbeda pola yang diterapkan, karena sesuai dengan karakter perambah daerah masing-masing serta tingkat kerusakannya.
"Dia mengakui pengamanan kawasan konservasi di Provinsi Bengkulu sudah terlmbat, karena penggarap sempat terlena akibat lahan yang digarapnya sudah ada yang mencapai belasan tahun," katanya.
Lamanya perambah itu mengusai lahan tersebut memberi kesempatan bagi mereka merubah status lahan itu menjadi legal dengan surat izin garap dan bahkan sertifikat.
Dengan pola lama itu akhirnya kawasan konservasidi daerah ini sebagian besar berubah menjadi areal perkebunan rakyat yaitu kelapa sawit, karet dan tanaman keras lainnya.
Dia menjelaskan, kawasan konservasi seluas 45.300 ribu hektare terdiri dari hutan Taman Wisata alam 14.900 hektare, Cagar alam 6.722 ha, taman buru16.797 ha dan hutan produksi khusus6.805 ha.
kawasan itu terpencar di beberapa kabupaten/kota, namun yang terparah terjadi pada kawasan hutan buru Semidang Bukit Kabu di Kabupaten Seluma dan Bengkulu Utara.
Dari luas 10.700 Hektare terletak dibagian Bengkulu Utara 7.200 ha dan di wilayah Kabupaten Seluma tercatat 9.500 ha, seluruhnya tigal sekitar sepuluh persen yang berhutan, sedangkan sisanya menjadi kebun, galian tambang batu bara dan semak belukar.
Dalam kawasan hutan buru tersebut sekarang lahannya sudah yang bersetus surat izin garap dan bahkan ada yang bersertifikat, akibat kelalaian pejabat kehutanan sebelumnya.
Sekarang tidak ada toleransi bagi perambah hutan konservasi, semuanya akan dihijaukan karena ada dukungan pemerintah pusat untuk pengadaan bibit kayu, tandas Andi Basrul.
Pengaman cagar alam
BKSDA Bengkulu didukung masyarakat Suku Lembak Kota Bengkulu sampai sekarang tetap berupaya mengamankan kawasan hutan Cagar Alam Dusun Besar di Kota Bengkulu, karena sebagai sumber resapan air "Danau Dendam Tak Sudah" (DDTS).
Kerusakan kawasan itu awalnya setelah dibangun jalan lingkar Kota sejak tahun 90-an, dengan jalan permanen tersebut perambah pedesaan dan berdasi berlomba menggarap kawasan tersebut, kata Kepala BKSDA Bengkulu Andi Basrul.
Puncaknya setelah kemarau panjang setelah beberapa tahun pembukaan jalan tersebut, sehingga kawasan hutan lebar ikut terbakar akibat perambah membakar garapannya.
Dari luas 577 Ha sekarang tinggal 20 persennya yaitu hutan disekitar kawasan Danau Dendam setempat, sedangkan sisanya sudah menjadi kebun, areal sawah tadah hujan dan semak belukar.
Pada penertiban terkahir dilakukan sekitar bulan Maret 2010 melibat personel Polres Bengkulu dan TNI, ada sekitar 30 buah pondok perambah sudah dipasang garis polisi, katanya.
Sementara itu, ada beberapa perambah sudah diamankan, karena sebelumnya beberapa kali diperingatkan untuk meninggalkan lokasi, tapi tetap bertahan dalam hutan cagar alam tersebut.
Kegiatan perambah itu sudah berjalan sejak belasan tahun silam, sehingga dari luas CADB seluruhnya mencapai 577 Ha, 367 Ha sudah dirambah oleh sekitar 75 kepala keluarga (KK).
Para perambah itu sebetulnya sudah sering diperingatkan untuk meninggalkan lokasi, namun sehabis petugas melakukan operasi penusiran mereka kembali menggarap lagi dan bahkan sudah membuat pondo setengah permanen di kawasan itu.
Pondok perambah itu sudah di data dan sebagian diberi garis polisi, dengan tujuan agar tidak dihuni oleh pemiliknya yang sebagian besar kabur saat petugas melakukan operasi penertiban.
Penertiban kawasan itu akan dilakukan secara rutin sampai pulih menjadi kawasan lindung, karena CADB satu-satunya daerah resapan air bagi keutuhan Danau Dendam setempat.
Selain itu, katanya digunakan menjadi kebutuhan mengairi irigasi untuk ribuan hektare arela perawahan petani di Kota Bengkulu, khususnya warga Suku Lembak setempat.
Kawasan hutan CADB tersebut, pernah ditanamai berbagai pepohonan antara lain ribuan batang pulai rawa, saat tanaman itu tumbuh dan berkembang kembali dibabat warga untuk memperluas lahan garapannya.
Padahal, kawasan itu terdapat berabagai macam tanaman langka antara lain anggrek pinsil (vanda hookraina) yang sangat langka di dunia dan jenis tanaman lainnya disekitar Danau Dendam setempat.
Selain itu, BKSDA juga melakukan penertiban pada kawasan TWA Bukit Kaba di Kabupaten Rejang Lebong karena merupakan penyangga dari dua ibu kota kabupaten, yaitu Kota Curup dan Ibukota Kabupaten Kepahiang.
Pada batas kawasan hutan tersebut banyak tumbuh secara alami pohon aren dan dibudidayakan masyarakat menjadi penghasilan rutin ekonomi keluarga.
Warga mengelola pohon aren untuk diambil niranya dan dijadikan gula sekitar itu secara perlahan merambah kawasan hutan TWA tersebut dan akhirnya sampai sekarang mencapai ribuan hektare.
Belum lama ini tim berhasil mengamankan belasan perambah di wilayah Kabupaten Rejang Lebong, karena membuka hutan TWA Bukit Kaba register 4/50 empat suku menanti dalam Kecamatan Sindang Daratan, Rejang Lebong, sampai sekarang kawasan itu sudah ribuan hektare dirambah.
Ribuan hektare hutan TWA yang dirambah itu sudah berubah fungsi menjadi kebun sayur mayur dan kebun kopi dan kayu manis.
Luas kawasan hutan TWA itu seluruhnya 15.000 hektare, 80 persen di antaranya sudah gundul, padahal kawasan hutan itu sangat berguna untuk menopang kelangsungan kelestarian hutan di daerah itu.
Lokasi perambah itu sudah tiga kilometer masuk kawasan dari tapal batas dengan hutan rakyat, sekarang sudah berubah menjadi kebun sayur, terutama disisi kiri kanan jalan menuju obyekwisata puncak Bukit Kaba.
"Kami sekarang mulai bertindak tegas dan tanpa kompromi terhadap perambah, karena selama ini mereka sudah diberikan waktu untuk turun, namun tetap bertahan dan bahkan melakukan pembukaan baru," tandasnya.
Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kepahiang Ir Ris Iriyanto mengakau TWA Bukit Kaba dalam dua wilayah yaitu Kabupaten Rejang Lebong dan Kabupaten Kepahiang tetap menjadi sasaran perambah dan pencurian kayu karena satu-satunya kawasan hutan masih lebat.
Kawasan TWA bagian kabupaten Kepahiang saja berada di wilayah desa Kepahiang Indah terdapat enam desa pemekaran, sekarang menjadi sasaran perambah dari kabupaten tetangga.
Di wilayah itu satu hamparan dengan TWA Bukit Kaba, Kabupaten Rejang Lebong sekarang sudah puluhan kepala keluarga merambahnya, sehingga berpotensi untuk gundul.
Tim terpadu BKSDA Provinsi Bengkulu baru saja pulang dari lokasi itu dan berhasil mengamankan puluha meter kubik kayu dan mendata belasan nama perambah.
Pada kawasan itu ada beberap pondok perambah yang dibakar petugas KSDA Provinsi Bengkulu, karena sudah beberapa kali diperingatkan agar keluar dan meninggalkan lokasi, namun perambah tetap bertahan.
Mereka beralasan menunggu tanaman tahunan seperti kopi dan sayuran, padahal siapapun tidak diperbolehkan membuka kawasan hutan tersebut.
"Kami targetkan semua perambah yang ada di kawasan hutan TWA itu bisa keluar, sedangkan tanaman kopi dan lainnya akan dimusnahkan, agar membuat efek jera pada perambah termasuk yang belum masuk," katanya.
Libatkan gajah
Merasa kewalahan mengusir perambah hutan dengan cara prosuasif, maka BKSDA Provinsi Bengkulu menciptakan pola baru menggunakan tenaga gajah sebagai ekskutornya.
Terobosan pertama akan dilakukan mengusir para perambah dalam kawasan hutan Taman Wisata Alam Bukit Kaba di Kabupaten Rejang Lebong, untuk menggusur pondok dan mengejar perambah sampai meninggalkan lokai.
Sekarang sudah disiapkan lima ekor gajah terlatih pada pos perbatasan kawasan hutan TWA dengan lahan masyarakat di jalan poros menuju obyek wisata ke puncak Bukit Kaba setempat.
Ratusan perambah di TWA Bukit Kaba yang berada dalam Kabupaten Rejang Lebong dan Kepahiang itu tergolong bandel, maka diperlukan tenaga gajah mengusirnya, kata dia.
Sebelumnya tim terpadu dari Provinsi Bengkulu dan petugas BKSDA resor Rejang Lebong-Kepahiang melakukan operasi dan berhasil mengamankan beberapa perambah.
Tidak hanya mengamankan para perambah, tapi puluhan pondok mereka dibakar dengan tujuan agar membuat efek jera untuk tidak lagi merambah dalam kawasan hutan tersebut.
Namun kenyataannya seminggu setelah itu sudah ada laporan dari lapangan bahwa perambah tersebut kembali ke lokasi garapannya dalam kawasan TWA terebut.
Untuk mengatasi kebandelan para perambah itu akan dicoba dikerja dengan gajah latih, sehingga tidak hanya pondoknya yang dirobohkan tapi tanamannya berupa kopi dan lainnya akan dicabut oleh heewan besar itu.
Disamping akan membangun pos-pos pengaman disepanjang perbatasan kawasan hutan TWA tersebut dilengkapi dengan perangkat komunikasi agar petugas cepat memantau apalbila ada perambah masuk ke lokasi.
Pengusiran dengan menggnakan tenaga gajah itu, akan membuat efek jerah bagi perambah, karena hewan besar itu tidak hanya mampu menggusur pondok tapi bisa mengejar perambah sampai ke luar lokasi.
Gajah-gajah latih itu nantinya dipandu pawang dan diiringi pertugas tim terpadu, sehingga perambah betul-betul jera dan bagi yang tertangkap oleh petugas akan diproses secara hukum, ujarnya.
Selama ini kawasan TWA Bukit Kabah itu menjadi sasaran perambah dan pencurian kayu, sedangkan kawasan itu merupakan resapan air dan penyanggah puluhan mata sungai yang mengalir ke provinsi tetangga.
Selanjutnya dia mengatakan, bila pola pengusiran pengusiran dengan tenaga gajah itu belum juga membuat jera perambah, maka lokasi perambah itu nantinya akan dilepas harimau.
Sekitar kawasan perambah itu nantinya dibuat habitat mini harimau, sehingga warga tidak berani mendekat atau mengulangi lokasi rambahannya, dalam habitat harimau itu nantinya dilengkapi persediaan pangan cukup.
Bila harimau itu dilepas disekitar lokasi garapan perambah otomatis mereka akan lari tunggang langgang, karena manusia umumnya sebagian besar masih takut dengan harimau.
Tetapi kalau perambah itu sudah tidak takut lagi dengan harimau, maka usulkan ke pemerintah bahwa perambah itu dijadikan orang hutan saja, berarti mereka lebih senang tinggal di hutan, tuturnya.
"Kita berharap dan memohon kepada para perambah tidak sampai akan diperbuat seperti itu, karena saya yakin mereka masih punya hati nurani untuk mewariskan kawasan hutan kepada anak cucu kelak," tandasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Bengkulu Chairil Burhan mengatakan sebelumnya perambah di wilayah itu sudah diamankan mencapai 25 orang perambah untuk diwilayah Kabupaten Rejang Lebong.
Total luas kawasan hutan TWA itu 15.000 hektare, 80 persen di antaranya sudah gundul, padahal kawasan hutan itu sangat berguna untuk menopang kelangsungan kelestarian hutan di daerah itu.
Lokasi perambah itu sudah tiga kilometer masuk kawasan dari tapal batas dengan hutan rakyat, sekarang sudah berubah menjadi kebun sayur, terutama di sisi kiri kanan jalan menuju obyek wisata alam Bukit Kaba setempat.
"Kami mengharapkan semua instansi terkait serius menghijaukan kembali kawasan hutan yang rusak dan menurunkan perambah secara baik," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar