Bangunan salah satu apartemen terlihat samar, akibat polusi udara yang menyelimuti Surabaya, Kamis (10/12). (ANTARA/Eric Ireng)
Pertumbuhan penduduk yang lambat dapat menunrunkan emisi has rumah kaca secara signifikan, demikian hasil satu penelitian seperti dikutip Xinhua.
"Pertumbuhan penduduk dunia melambat, memang tidak akan menyelesaikan masalah iklim, namun itu bisa menjadi sumbangan (bagi pemecahan masalah pemanasan global), terutama untuk jangka panjang," kata kepala penelitian itu, Brian O'Neill, yang adalah ilmuwan Pusat Riset Atmosferik Nasional (NCAR).
Pertumbuhan penduduk yang rendah sampai 2050 bisa mendorong pengurangan emisi karbon antara 16-29 persen, demikian hasil penelitian tim beranggotakan para ilmuwan internasional dari NCAR, Institut Analisis Sistem Terapan Internasional (IIASA), dan Biro Oseanografi dan Atmosferik Nasional (NOAA).
Sumbangan melambatnya pertumbuhan penduduk terhadap emisi gas rumah kaca akan semakin besar sampai akhir abad ini, demikian hasil penelitian yang disiarakan Senin dalam National Academy of Sciences itu.
Pertumbuhan penduduk yang melambat akan berpengaruh berbeda, tergantung kepada di mana hal itu terjadi, kata salah seorang peneliti, Shonali Pachauri yang adalah ilmuwan IIASA.
"Melambatnya pertumbuhan penduduk di negara-negara berkembang saat ini akan berdampak besar terhadap jumlah penduduk dunia di masa datang, sementara pertumbuhan penduduk di negara-negara maju akan besar manfaatnya bagi (penurunan) emisi, mengingat perkapita energi yang digunakannya lebih tinggi (dibandingkan penduduk negara berkembang)," kata Pachauri.
Para ilmuwan sejak lama sudah mengetahui bahwa perubahan jumlah penduduk akan berdampak pada emisi gas rumah kaca, namun besar dampak itu masih didebatkan.
Pada penelitian terakhir, para peneliti berupaya mengkuantifikasi bagaimana perubahan demografis mempengaruhi emisi dari masa ke masa, dan di bagian mana di dunia ini fenomena itu terjadi.
Para ilmuwan juga meneliti lebih jauh ketimbang mengamati jumlah penduduk untuk mencari kaitan antara umur, urbanisasi, dan emisi.
Tim peneliti itu menemukan fakta bahwa pertumbuhan penduduk kota bisa menaikan hingga emisi karbondioksida di sejumlah negara berkembang hingga 25 persen.
Naiknya pertumbuhan ekonomi di kota-kota besar, langsung berkaitan dengan kenaikan emisi.
Itu sebagian besar terjadi karena produktivitas yang meninggi dan preferensi konsumsi dari angkatan kerja di perkotaan, demikian para peneliti.
Sebaliknya, umur bisa mengurasi tingkat emisi sampai 20 persen di sejumlah negara maju, sebagian besar karena penduduk lanjut usia dikaitkan dengan partisipasi kerja yang rendah.
Produktivitas kerja yang lebih rtendah mengantar pada pertumbuhan ekonomi yang melambat, demikian studi itu.
"Demografi akan mempengaruhi emisi gas rumah kaca dalam 40 tahun ke depan," kata O'Neill. "Urbanisasi akan sangat penting di negara-negara berkembang, khususnya China dan India, sedangkan umur akan penting di negara-negara maju."
"Rumah tangga-rumah tangga bisa mempengaruhi emisi, baik secara langsung melalui pola konsumsi mereka, maupun secara tidak langsung melalui pengaruh mereka terhadap pertumbuhan ekonomi," terang O'Neill.
Sampai pertengahan abad ini penduduk dunia diperkirakan naik lebih dari tiga miliar orang, di mana daerah perkotaan menjadi tempat utama urbanisasi, demikian studi itu.
Para ilmuwan mengembangkan serangkaian pertumbuhan ekonomi, penggunaan energi, dan skenario emisi, dengan menggunakan model komputasi baru (model Population- Environment-Technology atau PET).
Guna menangkap dampak perubahan demografis di masa depan, para ilmuwan membedakan penduduk berdasarkan tipe rumah tangganya, umur, ukuran, dan tempat tinggal.
Sebagai tambahan, mereka mengambil data dari survey nasional di 34 negara dan wakil dari 61 persen penduduk dunia dalam menghitung karakteristik ekonomi kunci tipe rumah tangga dari waktu ke waktu, termasuk suplai buruh dan pasokan bahan makanan.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa para pengembang skenario emisi di masa depan memberi perhatian lebih kepada implikasi urbanisasi dan umur, khususnya di Amerika Serikat, Uni Eropa, China dan India.
"Analisis yang lebih mendalam atas kecenderungan-kecenderuangn ini akan meningkatkan pemahaman kami mengenai lingkup pasokan energi dan emisi di masa depan," kata O'Neill.
Para peneliti khawatir bahwa penemuan mereka ini tidak mendorong kebijakan yang berkaitan dengan umur atau urbanisasi diimplementasikan sebagai jawaban terhadap perubahan iklim.
Sebaliknya, pemahaman mengenai kecenderungan-kecenderungan yang ada akan menjadi antisipasi terhadap perubahan-perubahan di masa datang. (*)
sumber : antara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar