Sore ini saya mendapat email, dari salah satu dari sekian banyak email yang masuk, yang satu ini menarik minat saya, dan kemudian saya putuskan untuk kembali menulis di blog ini. Awalnya, blog ini diusahakan untuk tidak menuliskan cerita yang terlalu personal, tetapi hal ini tentunya menyalahi hakikat blog sesungguhnya.
Saya mendapatkan email tersebut dari milis perhimpunan, sebenarnya tidak ada sesuatu yang istimewa, sebagian cerita dan data yang disampaikan di email tersebut sudah pernah saya baca atau saya dengar, tetapi ada sedikit yang berbeda. Apa yang berbeda? Seseorang yang mengirimkan email tersebut, membuat apa yang saya ketahui akhirnya mempunyai sudut pandang baru.
Mari saya ceritakan isi tentang email tersebut. Email tersebut menceritakan sejarah panjang seseorang yang melakukan sesuatu yang sangat dicintainya. Bersepeda. Bagi para petualang pasti mengenal, atau setidaknya pernah mendengar nama Bambang “Paimo” Hertadi Mas. Pria Kelahiran Malang 53 tahun yang lalu dikenal sebagai Pesepeda jarak Jauh Indonesia (Long Distance Cyclist), sudah lebih dari ratusan ribu kilometer diarungi dengan kayuhan sepeda mulai dari deaah Asia, Amerika Selatan Australia dan Eropa.
Perjalanan pertama pria yang baru merayakan ulang tahun ke 53 pada tanggal 17 Maret lalu ini adalah bersepeda sejauh 1.656 km melintasi pulau Jawa hingga ke Sumbawa Besar. Perjalanan ‘Cintaku Negeriku’ yang dimulai dari kota Bandung ini, dilakukannya pada tahun 1980 dan Paimo tidak hanya bersepeda tetapi juga melakukan pendakian ke 2 gunung tertinggi di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, yaitu Gunung Rinjani (3.726 m) dan Gunung Tambora (2.851 m) di Pulau Sumbawa.
Trip ‘Cintaku Negeriku’ tersebut adalah langkah awalnya menjelajahi dunia dengan sepeda. Paimo sudah bersepeda sejak SMP, awalnya dia bersepeda antar kota, lalu antar kota antar propinsi dan akhirnya antar pulau. Hingga saat ini dia sudah menjelajahi seluruh kota di Indonesia dan kota-kota di lima benua.
Kebiasaan bersepeda dan mendaki gunung kembali dia lanjutkan pada tahun 1981. Pada tahun ini dia melakukan Trans Sumatera Cycling Trip sejauh 2.037 km, melintas Pulau Sumatera dengan sepeda serta sekaligus mendaki Gunung Merapi, Gunung Singgalang, dan Gunung Kerinci ( 3.805 m). Seakan tidak puas dengan Pulau Sumatera, tahun berikutnya 1982 Paimo kembali menjajal Pulau Sulawesi dengan Trans Celebes Cycling Trip 1.942 km, melintas Pulau Sulawesi dengan sepeda serta sekaligus mendaki Gunung Klabat (2.022 m) di Sulawesi Utara.
Setelah vakum selama 4 tahun, pria lulusan FSRD ITB tahun 1986 ini kembali melakukan perjalanan bersepeda jarak jauhnya. Kali ini dia memilih Pulau Kalimantan dengan Trans Borneo Cycling Trip sejauh 2.928 km, Paimo melintasi Pulau Borneo dengan sepeda serta sekaligus mendaki Gunung Kinabalu (4.101 m), di Sabah Malaysia Timur. Ini merupakan perjalanan pertamanya keluar Indonesia.
Pada tahun berikutnya 1987, merupakan tahun ‘tersibuk, Paimo. Pada tahun ini Paimo melakukan pendakian bersepeda di 3 Gunung di 3 Negara berbeda, dengan masing-masing ketinggian lebih dari 5000 m dpl. Ketiga Gunung tersebut adalah Gunung Kilimanjaro (5.896 m) di Tanzania, Afrika Timur, lalu Mount Kenya (5.199 m) di Kenya dan kemudian Imja Tse (Island Peak) dengan ketinggian 6.189 m, di Himalaya Nepal.
Setelah bertualang di luar negeri, Paimo kembali aktif di kegiatan sepeda dalam negeri. Pada tahun 1988 dia melakukan Parade Bulan Bersepeda Indonesia (PBBI) yaitu bersepeda dari Jakarta menuju Denpasar sejauh 1.300 km. Kemudian di rentang tahu 1989 – 1992 dia bersepeda di Gunung Kelud, lalu bersepeda malang-Larantuka dan mendaki Gunung Ijen, Gunung Batur, Gunung Rinjani dan Gunung Kelimutu. Lalu dilanjutkan ke Gunung Papandayan (1991), dan mengelilingi Pulau Belitung (1992) dalam rangka mendata batuan dan tebing yang bisa di panjat.
Pada tahun 1993 petualangan dilanjutkan ke “The First International Tibetan Plateu Bicycle Rally”, bersepeda pada ketinggian 2.500-5.231 m dpl, di Roof of The World (Atap Dunia sebutan untuk Dataran Tinggi Tibet, China), sejauh ± 1.937 km dari Xining, Ibukota Propinsi Qinghai sampai Lhasa, Ibukota Daerah Otonomi Tibet, melintas sebagian dari Silk Road dan bagian tenggara Gobi Desert, Bersepeda dan bermalam ke atas The Great Wall-Badaling, China.
Lalu pada tahun 1995 bersepeda seorang diri “Trans Continental, Perth-Sydney on My Bike” melintasi Benua Australia dari Perth, Pantai Barat, hingga Sydney, Pantai Timur Menembus Nullarbor Plain, bagian selatan The Great Victoria Desert sejauh 4.371,9 km. Tahun 1997 Trans South East Asia by Bike, Bersepeda seorang diri dari Singapore ke Saigon (Ho Chi Minh City), melintasi negara Singapore-Malaysia-Thailand-Laos-Vietnam sejauh 5.419 km. Lalu pada tahun 1998 Descent Toraja, Mengumpulkan data (membuat jalur wisata sepeda) serta menggabungkan kegiatan mounting biking, trekking, rafting, dan rock climbing di kawasan Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Dan pada tahun 2000 Paimo kembali ke Himalaya dan berkelana sepeda selama 1,5 bulan di Mera-Peak Khumbu, Nepal.
Dan perjalanan yang monumental dilakukannya pada tahun 2005, Paimo melintasi negara Amerika Latin, dari kota La Paz di Bolivia hingga ke kota Punta Arenas di Argentina, yang merupakan titik paling selatan di benua Amerika. Pada tahun 2009 juga dia kembali menjelajahi Thailand, Kamboja, Vietnam, dan Laos.
Petualangan terbarunya adalah melintasi Eropa dengan sepeda. Dengan tajuk “Celebrity Of Life” Pria asal Indonesia itu berangkat dari Brussel di Belgia menuju Prancis, Spanyol, dan Portugal, serta diakhiri di kota Casablanca, Maroko.
“Bersepeda itu sehat. Saya senang dapat bersepeda sekaligus promosi Indonesia di manca negara,” ucap Paimo.
Sebelum memulai perjalanan, dirinya mempersiapkan diri secara serius, utamanya untuk menjaga kondisi fisik agar tetap prima. Logistik juga telah disiapkan dengan matang, termasuk bekal, yang berasal dari kantong sendiri ditambah peran serta beberapa sponsor. Ia juga ingin-mengembangkan persahabatan dengan komunitas bersepeda yang ada di Eropa, dan bahkan Afrika.
“Saya memiliki teman-teman cyclist yang tersebar di seluruh dunia, termasuk di Eropa. Kesempatan ini akan saya pergunakan untuk mengunjungi dan mempererat persahabatan dengan mereka,” imbuhnya.
Paimo bersepeda sekitar 60 hari menempuh jarak lebih dari 3.230 km dimulai dari 12 Juni 2010 sampai 15 Agustus 2010.
"Saya bersepeda untuk celebrate life. Untuk menikmati dan mengagumi kehidupan," tutup Bambang sebelum memulai perjalanannya.
Begitulah sedikit kisah Bambang ‘Paimo’ Hertadi Mas, yang bersepeda hingga ke ujung dunia. Mengapa ke ujung dunia? Sejak manusia mengetahui bahwa bumi itu bulat, kata-kata tersebut seakan kiasan yang berlebihan untuk sesuatu yang tidak mungkin. Tapi untuk Paimo, ujung dunia adalah sesuatu yang akan selalu menjadi tujuan perjalanan sepedanya, karena dia tidak akan berhenti untuk sesuatu yang menjadi obsesi dan dicintainya, untuk kenikmatan dan kekagumannya akan kehidupan. []
Tulisan ini untuk Theodorus 210 BNP, yang mengubah pandangan saya, You'll Never Bike Alone