Gunung ini tingginya 2.064 meter di atas permukaan laut. Terletak di Kawasan Bandung Utara (KBU), terpisah oleh sebuah lembah besar dengan Gunung Tangkubanparahu. Burangrang termasuk gunung api parasit tua, sehingga telah memiliki lembah-lembah dengan sayatan dalam dan lereng yang curam. Dalam legenda Sangkuriang, gunung ini terbentuk dari ranting-ranting (rangrang) pohon yang digunakan Sangkuriang untuk membuat perahu. Saat marah akan kegagalannya, Sangkuriang menendang perahu hingga menjelma sebagai Gunung Tangkubanparahu, sedangkan ranting-ranting pohonnya kemudian menjelma sebagai Gunung Burangrang.
Untuk mencapai Gunung Burangrang dapat ditempuh dari berbagai jalur pendakian, misalnya melewati Desa Kertawangi, dari arah Bandung menuju Cihanjuang dengan ongkos Rp 2.000,00.
Kemudian dari Cihanjuang dilanjutkan dengan angkutan mobil Colt warna ungu menuju Parongpong seharga Rp 2.500,00 atau bisa diborong sampai dengan Gerbang Komando seharga Rp 4.000,00 per orang. Dari Pos Komando, kita akan menemukan jalan berbatu sampai Gerbang Militer Kopassus, dari sana belok ke kiri, jangan masuk ke gerbang Militer karena bila masuk akan menuju Situ Lembang, Gunung Sunda, dan Gunung Tangkuban Parahu.
Sepanjang jalan menuju pintu gerbang Situ Lembang akan melewati bukit-bukit yang indah dan cukup menguras tenaga. Masyarakat yang tinggal di kaki Gunung Burangrang, kebanyakan bertani sayuran dan berternak sapi. Mereka sangat ramah seperti orang-orang Sunda pada umumnya jika menyambut tamu. Jika naik dari Cihanjuang, sepanjang jalan yang dilewati akan dijumpai vila-vila dan perumahan yang indah serta wahana wisata Curug Cimahi yang berada di kaki Gunung Burangrang.
Ada pula cara lain, misalnya berangkat dari Bandung menuju Subang dengan kendaraan bis atau mobil Elf, lalu turun di gerbang Tangkubanparahu yang merupakan objek wisata alam yang cukup terkenal di Jawa Barat. Dari Puncak Gunung Tangkubanparahu, kita menuruni tower Tangkubanparahu menuju Gunung Burangrang dengan terlebih dahulu akan melewati kawah Upas, Domas, Ratu, dan Jurig yang cukup menawan di kawasan Tangkubanparahu.
Biasanya para pendaki yang akan naik ke Burangrang memulai pendakian dari dari desa ini. Titik awal pendakian biasanya dimulai dari Warung Bandrek, lalu kita akan melintasi perkebunan sayur dan hutan pinus. Kemudian pemandangan hutan pinus lebih mendominasi jalur perjalanan. Jalurnya yang landai dan sedikit menanjak merupakan awal yang baik untuk mengawali sebuah pendakian.
Setengah jam pertama perjalanan dari Warung Bandrek, kita sampai di dataran yang bisa disebut sebagai pos pertama. Sebuah pemandangan menarik sudah dapat kami nikmati dari sini. Tampak di kejauhan Situ (danau) Lembang terlihat jernih bercahayakan sinar mentari. Jernihnya danau tersebut dan hijaunnya hutan yang mengelilinginya menjadikan area tersebut begitu menawan.
Bentangan alam Gunung Burangrang memang sangat lengkap untuk dijadikan tempat berlatih berbagai kegiatan alam bebas dikarenakan areal hutan yang cukup luas, sungai, danau, tebing dan lokasi cukup jauh dari penduduk, akses yang mudah dan berbagai sarana pendukung lainnya merupakan alasan mengapa kawasan tersebut sudah sejak lama menjadi tempat berlatih para penggiat alam bebas untuk mendidik anggotanya. Sebut saja perhimpunan penempuh rimba dan pendaki gunung tertua di Indonesia seperti Wanadri, Bandung, sudah sejak tahun 60-an menggunakan kawasan ini untuk berlatih. Janabuana, yang juga merupakan salah satu perhimpunan kegiatan alam bebas yang berdiri sejak tahun 1969 di Bandung, juga termasuk yang menggunakan kawasan ini untuk berbagai kegiatan alam bebas, seperti Burangrang Moutain Race (BMC) yang telah menjadi agenda rutin perhimpunan tersebut. Bahkan sebelum berbagai perhimpunan kegiatan alam bebas menggunakan kawasan Gunung Burangrang sebagai tempat berlatih, dari kalangan militer seperti Kopassus telah lebih dulu menggunakan kawasan ini sebagai basis latihan mereka. Itulah sebabnya gerbang masuknya lebih dikenal dengan sebutan Komando.
Berbagai sarana penunjang dan daya tarik alam Gunung Burangrang bukan hanya menjadi monopoli para penggiat alam bebas saja. Berbagai himpunan kegiatan mahasiswa, kegiatan Outbound, komunitas para penggila mobil 4WD, dan motor, adalah termasuk kelompok yang memanfaatkan kawasan dasar kaldera yang masuk jajaran hasil letusan Gunung Sunda Purba ini. Termasuk para pengunjung yang ingin sekedar menikmati alamnya saja sambil berkemah atau memancing,
Selepas dataran yang bisa dikatakan sebagai pos pertama, jalur yang kita akan menempuh perlahan mulai menanjak. Jalan setapak di punggungan gunung yang kita tempuh semakin lama semakin terjal. Batuan yang menempel kuat di tanah dan batang serta ranting pohon merupakan benda-benda yang dapat membantu kita untuk naik ke atas. Jalur menanjak dan terjal diselingi beberapa jalur yang landai menjadi bagian dari perjalanan menuju puncak Gunung Burangrang. Gunung Burangrang terdiri dari 5 puncak besar sehingga medan yang kita lalui akan sangat bervariasi.
Pepohonan yang rimbun dan tinggi secara perlahan semakin berkurang seraya makin dekatnya puncak Gunung Burangrang. Jalur yang kemudian lebih landai dan datar menjadi persiapan kita untuk kembali melalui jalur licin dan terjal berupa tanah merah yang hanya ditumbuhi beberapa batang pohon saja. Jalur yang didominasi tumbuhan jenis semak dan ilalang ini merupakan tanjakan terjal menuju puncak bayangan. Sampai akhirnya kita akan menemukan sebuah plakat semacam batu nisan untuk mengenang seorang teman dan sahabat penggiat alam bebas yang telah meninggal di kawasan ini. Plakat tersebut juga merupakan tanda bahwa kami telah sampai di puncak bayangan. Tidak lama kami menikmati keindahan pemandangan tersebut, kabut kembali menutupi kaldera jajaran Pegunungan Sunda Purba ini. Setelah melakukan ritual doa untuk rekan pendaki tersebut, perjalanan menuju puncak sebenarnya kami lanjutkan.
Tidak sampai lima menit, dengan jalur sedikit landai kemudian menanjak, kita menginjakkan kaki di puncak gunung ini. Puncak Burangrang ditandai dengan sebuah tugu setinggi 1,5 m (triangulasi ; titik penanda ketinggian). Dari puncak, kalau cuaca cerah dan tidak berkabut, Anda bisa menyaksikan pemandangan menakjubkan ke arah Situ Lembang yang hanya terlihat sebagai genangan kecil di tengah cekungan yang dikelilingi pegunungan. Cekungan itu tak lain dari bekas titik letusan yang sangat luas (kaldera) dari gunung api purba yang bernama Gunung Sunda. Jadi, pegunungan yang membentengi Situ Lembang adalah dinding kawah yang dihasilkan oleh letusan yang sangat dahsyat.
Di samping keindahan alamnya, di kawasan Gunung Burangrang terdapat danau yang cukup besar dan indah bernama Situ Lembang. Situ ini jika terkena sinar matahari akan memantulkan warna pelangi yang memesona. Masyarakat yang tinggal di kaki Gunung Burangrang memanfaatkan situ (danau) ini untuk memancing, karena di Situ Lembang terdapat berbagai jenis ikan untuk dikonsumsi.
Kredit foto : http://highaltitude.wordpress.com (Gunung Burangrang dari Vila Istana Bunga)
Sumber : www.pasundan.info
http://contents.highcamp.info/www.cheapcdkey.com (contributed by Harley B. Sastha)
Untuk mencapai Gunung Burangrang dapat ditempuh dari berbagai jalur pendakian, misalnya melewati Desa Kertawangi, dari arah Bandung menuju Cihanjuang dengan ongkos Rp 2.000,00.
Kemudian dari Cihanjuang dilanjutkan dengan angkutan mobil Colt warna ungu menuju Parongpong seharga Rp 2.500,00 atau bisa diborong sampai dengan Gerbang Komando seharga Rp 4.000,00 per orang. Dari Pos Komando, kita akan menemukan jalan berbatu sampai Gerbang Militer Kopassus, dari sana belok ke kiri, jangan masuk ke gerbang Militer karena bila masuk akan menuju Situ Lembang, Gunung Sunda, dan Gunung Tangkuban Parahu.
Sepanjang jalan menuju pintu gerbang Situ Lembang akan melewati bukit-bukit yang indah dan cukup menguras tenaga. Masyarakat yang tinggal di kaki Gunung Burangrang, kebanyakan bertani sayuran dan berternak sapi. Mereka sangat ramah seperti orang-orang Sunda pada umumnya jika menyambut tamu. Jika naik dari Cihanjuang, sepanjang jalan yang dilewati akan dijumpai vila-vila dan perumahan yang indah serta wahana wisata Curug Cimahi yang berada di kaki Gunung Burangrang.
Ada pula cara lain, misalnya berangkat dari Bandung menuju Subang dengan kendaraan bis atau mobil Elf, lalu turun di gerbang Tangkubanparahu yang merupakan objek wisata alam yang cukup terkenal di Jawa Barat. Dari Puncak Gunung Tangkubanparahu, kita menuruni tower Tangkubanparahu menuju Gunung Burangrang dengan terlebih dahulu akan melewati kawah Upas, Domas, Ratu, dan Jurig yang cukup menawan di kawasan Tangkubanparahu.
Biasanya para pendaki yang akan naik ke Burangrang memulai pendakian dari dari desa ini. Titik awal pendakian biasanya dimulai dari Warung Bandrek, lalu kita akan melintasi perkebunan sayur dan hutan pinus. Kemudian pemandangan hutan pinus lebih mendominasi jalur perjalanan. Jalurnya yang landai dan sedikit menanjak merupakan awal yang baik untuk mengawali sebuah pendakian.
Setengah jam pertama perjalanan dari Warung Bandrek, kita sampai di dataran yang bisa disebut sebagai pos pertama. Sebuah pemandangan menarik sudah dapat kami nikmati dari sini. Tampak di kejauhan Situ (danau) Lembang terlihat jernih bercahayakan sinar mentari. Jernihnya danau tersebut dan hijaunnya hutan yang mengelilinginya menjadikan area tersebut begitu menawan.
Bentangan alam Gunung Burangrang memang sangat lengkap untuk dijadikan tempat berlatih berbagai kegiatan alam bebas dikarenakan areal hutan yang cukup luas, sungai, danau, tebing dan lokasi cukup jauh dari penduduk, akses yang mudah dan berbagai sarana pendukung lainnya merupakan alasan mengapa kawasan tersebut sudah sejak lama menjadi tempat berlatih para penggiat alam bebas untuk mendidik anggotanya. Sebut saja perhimpunan penempuh rimba dan pendaki gunung tertua di Indonesia seperti Wanadri, Bandung, sudah sejak tahun 60-an menggunakan kawasan ini untuk berlatih. Janabuana, yang juga merupakan salah satu perhimpunan kegiatan alam bebas yang berdiri sejak tahun 1969 di Bandung, juga termasuk yang menggunakan kawasan ini untuk berbagai kegiatan alam bebas, seperti Burangrang Moutain Race (BMC) yang telah menjadi agenda rutin perhimpunan tersebut. Bahkan sebelum berbagai perhimpunan kegiatan alam bebas menggunakan kawasan Gunung Burangrang sebagai tempat berlatih, dari kalangan militer seperti Kopassus telah lebih dulu menggunakan kawasan ini sebagai basis latihan mereka. Itulah sebabnya gerbang masuknya lebih dikenal dengan sebutan Komando.
Berbagai sarana penunjang dan daya tarik alam Gunung Burangrang bukan hanya menjadi monopoli para penggiat alam bebas saja. Berbagai himpunan kegiatan mahasiswa, kegiatan Outbound, komunitas para penggila mobil 4WD, dan motor, adalah termasuk kelompok yang memanfaatkan kawasan dasar kaldera yang masuk jajaran hasil letusan Gunung Sunda Purba ini. Termasuk para pengunjung yang ingin sekedar menikmati alamnya saja sambil berkemah atau memancing,
Selepas dataran yang bisa dikatakan sebagai pos pertama, jalur yang kita akan menempuh perlahan mulai menanjak. Jalan setapak di punggungan gunung yang kita tempuh semakin lama semakin terjal. Batuan yang menempel kuat di tanah dan batang serta ranting pohon merupakan benda-benda yang dapat membantu kita untuk naik ke atas. Jalur menanjak dan terjal diselingi beberapa jalur yang landai menjadi bagian dari perjalanan menuju puncak Gunung Burangrang. Gunung Burangrang terdiri dari 5 puncak besar sehingga medan yang kita lalui akan sangat bervariasi.
Pepohonan yang rimbun dan tinggi secara perlahan semakin berkurang seraya makin dekatnya puncak Gunung Burangrang. Jalur yang kemudian lebih landai dan datar menjadi persiapan kita untuk kembali melalui jalur licin dan terjal berupa tanah merah yang hanya ditumbuhi beberapa batang pohon saja. Jalur yang didominasi tumbuhan jenis semak dan ilalang ini merupakan tanjakan terjal menuju puncak bayangan. Sampai akhirnya kita akan menemukan sebuah plakat semacam batu nisan untuk mengenang seorang teman dan sahabat penggiat alam bebas yang telah meninggal di kawasan ini. Plakat tersebut juga merupakan tanda bahwa kami telah sampai di puncak bayangan. Tidak lama kami menikmati keindahan pemandangan tersebut, kabut kembali menutupi kaldera jajaran Pegunungan Sunda Purba ini. Setelah melakukan ritual doa untuk rekan pendaki tersebut, perjalanan menuju puncak sebenarnya kami lanjutkan.
Tidak sampai lima menit, dengan jalur sedikit landai kemudian menanjak, kita menginjakkan kaki di puncak gunung ini. Puncak Burangrang ditandai dengan sebuah tugu setinggi 1,5 m (triangulasi ; titik penanda ketinggian). Dari puncak, kalau cuaca cerah dan tidak berkabut, Anda bisa menyaksikan pemandangan menakjubkan ke arah Situ Lembang yang hanya terlihat sebagai genangan kecil di tengah cekungan yang dikelilingi pegunungan. Cekungan itu tak lain dari bekas titik letusan yang sangat luas (kaldera) dari gunung api purba yang bernama Gunung Sunda. Jadi, pegunungan yang membentengi Situ Lembang adalah dinding kawah yang dihasilkan oleh letusan yang sangat dahsyat.
Di samping keindahan alamnya, di kawasan Gunung Burangrang terdapat danau yang cukup besar dan indah bernama Situ Lembang. Situ ini jika terkena sinar matahari akan memantulkan warna pelangi yang memesona. Masyarakat yang tinggal di kaki Gunung Burangrang memanfaatkan situ (danau) ini untuk memancing, karena di Situ Lembang terdapat berbagai jenis ikan untuk dikonsumsi.
Kredit foto : http://highaltitude.wordpress.com (Gunung Burangrang dari Vila Istana Bunga)
Sumber : www.pasundan.info
http://contents.highcamp.info/www.cheapcdkey.com (contributed by Harley B. Sastha)
Mohon Informasi tentang perijinannya.. katanya sekarang susah ijinnya kalo mau ke Burangrang...
BalasHapusmohon infonya krn Insya Allah dua minggu lagi kami akan kesana.. trim's
sabtu minggu ini ke sna.. mudah2an bisa.. thx infonya mas..
BalasHapus@ petualang nekadz : selamat mendaki:)
BalasHapus